Ketua DPP PDIP, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memberikan komentarnya terkait polemik tunjangan perumahan anggota DPR RI senilai Rp 50 juta. Ahok menyatakan bahwa besarnya tunjangan bukan masalah utama. Menurutnya, yang terpenting adalah transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara.
Ahok menekankan pentingnya profesionalisme anggota DPR. Ia berpendapat, gaji besar tidak menjadi masalah asalkan kinerja dan penggunaan anggaran negara diawasi dengan ketat. “Kalau saya, anggota dewan mau gaji Rp 1 miliar sebulan saya oke, tapi kamu buka dong anggaran kamu semua, kementerian semua anggaran dibuka dong. Biar kita tahu setiap sen pajak yang kita bayar dipanggil ke mana aja,” tegas Ahok.
Pernyataan Ahok ini menggarisbawahi kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran negara. Ia menilai anggota DPR belum menjalankan tugas pengawasan secara maksimal. “Sekarang kamu tahu gak pemerintah pakai duit berapa? Ya artinya lu (anggota DPR) gak lakukan tugasnya dong,” kritik Ahok.
Kritik tersebut, bahkan, sudah disampaikan Ahok kepada Fraksi PDIP di DPR. Ia mendesak agar anggota DPR dari partainya lebih fokus pada pengawasan anggaran, bukan hanya mengejar gaji. “Nah kita kritik di partai kami, kritik termasuk PDIP kemana aja kalian gitu loh. Jangan cuma mau terima gaji-terima gaji,” serunya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, meluruskan isu kenaikan gaji anggota DPR. Ia menegaskan bahwa gaji tetap di angka sekitar Rp 6,5 juta hingga Rp 7 juta. Namun, ia mengakui adanya penyesuaian pada beberapa tunjangan.
Adies Kadir merinci kenaikan tunjangan tersebut. Tunjangan beras naik menjadi Rp 12 juta dari sebelumnya sekitar Rp 10 juta. Tunjangan bensin juga mengalami penyesuaian, naik menjadi sekitar Rp 7 juta dari Rp 4-5 juta. Dengan penyesuaian tunjangan ini, pendapatan bulanan anggota DPR kini mencapai sekitar Rp 69-70 juta.
“Gaji tidak ada naik, gaji kami tetap terima kurang lebih 6 juta setengah, hampir 7 juta. Tunjangan-tunjangan beras kami cuma dapat 12 juta dan ada kenaikan sedikit dari 10 kalau tidak salah,” jelas Adies Kadir.
Ia melanjutkan penjelasannya dengan mengatakan, “Jadi kalau dulu gaji kawan-kawan itu terima total bersihnya sekitar 58 mungkin dengan kenaikan, gaji tidak naik ya, saya tegas sekali gaji tidak naik. Tunjangan makan disesuaikan dengan indeks saat ini mungkin terima hampir 69-70an.”
Terkait tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta, Adies Kadir menjelaskan bahwa tunjangan tersebut hanya berlaku bagi anggota DPR, bukan pimpinan DPR yang telah mendapatkan rumah dinas. “Itu setiap anggota, kalau pimpinan tidak dapat karena kami pimpinan kan dapat rumah dinas. Jadi memang ini disesuaikan dengan, sekarang ini kan tidak ada rumah dinas lagi, jadi anggota DPR sudah tidak ada rumah dinas, tidak dapat rumah dinas,” tambahnya.
Polemik ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya terkait remunerasi pejabat publik. Publik berhak mengetahui secara detail bagaimana anggaran negara digunakan dan bagaimana kinerja para wakil rakyatnya. Perdebatan ini juga membuka diskusi lebih luas tentang keseimbangan antara penghasilan dan tanggung jawab anggota DPR. Perlu adanya mekanisme yang lebih efektif untuk mengawasi dan memastikan penggunaan anggaran negara sesuai dengan peruntukannya serta kinerja anggota dewan yang sejalan dengan harapan rakyat.