Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan pemerintah berwenang memblokir game online Roblox jika terbukti melanggar Undang-Undang sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Kewenangan ini didasarkan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). KPAI menekankan pentingnya perlindungan anak dalam ruang digital.
Setiap platform digital, termasuk Roblox, wajib melindungi anak yang mengaksesnya. Kewajiban ini tercantum dalam Pasal 16A UU ITE. Jika platform mengabaikan kewajiban ini dan menyebabkan anak menjadi korban kekerasan, adiksi, perjudian online, pornografi, atau eksploitasi, pemerintah dapat memblokirnya.
“Setiap platform digital atau sistem elektronik (PSE), termasuk game Roblox, punya kewajiban untuk memberikan pelindungan kepada anak yang mengakses atau menggunakan produk, fitur atau layanan PSE. Kewajiban tersebut tertuang dalam Pasal 16A UU No. 1 Tahun 2024 tentang ITE,” jelas Komisioner KPAI, Kawiyan.
Menanggapi dugaan adanya anak yang menjadi korban akibat game Roblox, seperti yang disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Abdul Mu’ti, KPAI meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Kasus-kasus serupa membutuhkan penyelidikan yang mendalam untuk memastikan perlindungan anak.
Dampak negatif game online pada anak sangat signifikan, baik fisik, psikis, mental, maupun sosial. Anak-anak yang menjadi korban sering mengalami gangguan yang berdampak pada masa depan mereka. “Anak yang rentan terganggu, bahkan kehilangan masa depannya,” tegas Kawiyan.
Kominfo memiliki otoritas untuk melakukan pemblokiran, sesuai UU ITE dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak. Regulasi ini menjabarkan prosedur keamanan yang harus dijalankan PSE untuk melindungi anak.
“Kalau Roblox juga melanggar ketentuan tersebut, pemerintah harus memblokirnya,” tegas Kawiyan kembali. Kegagalan PSE menjalankan kewajiban perlindungan anak akan berujung pada sanksi, termasuk pemblokiran permanen.
Meskipun ada game online yang positif dan edukatif, penting untuk memperhatikan klasifikasi umur dan pengawasan orang tua. Banyak anak menjadi korban dampak negatif game online karena bermain di luar batas umur atau tanpa pengawasan.
Selain itu, beberapa oknum memanfaatkan game online untuk kegiatan ilegal seperti penipuan, eksploitasi, cyberbullying, dan penyebaran kekerasan. Hal ini menjadi perhatian serius yang membutuhkan tindakan pencegahan dan penegakan hukum yang lebih ketat.
KPAI menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pengembang game, orang tua, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak. Pendidikan dan kesadaran digital menjadi kunci utama dalam mengurangi dampak negatif dari game online. Peraturan yang tegas dan pengawasan yang ketat juga sangat dibutuhkan untuk melindungi anak-anak dari potensi bahaya di dunia digital.