UGM Berantas Kekerasan Seksual: Guru Besar Farmasi Dipecat

Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengambil tindakan tegas terhadap Profesor Edy Meiyanto, guru besar farmasi yang terbukti melakukan kekerasan seksual. Prof. Edy Meiyanto dipecat secara permanen dari jabatannya sebagai dosen UGM. Keputusan ini berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tanggal 20 Januari 2025.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, menyatakan bahwa pimpinan universitas telah menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Profesor Edy Meiyanto. Pernyataan ini dikutip dari detikJogja pada Senin, 7 April 2025. Pemberhentian ini merupakan konsekuensi dari pelanggaran serius yang dilakukan oleh Profesor Edy Meiyanto.

Komite Pemeriksa UGM telah melakukan investigasi menyeluruh. Berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti yang dikumpulkan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Profesor Edy Meiyanto terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual. Tindakan ini melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023, serta melanggar kode etik dosen.

Baca Juga :  Lima Krisis Keuangan Global: Pelajaran dari 1772 hingga Kini

Kasus ini terungkap setelah adanya laporan yang disampaikan ke Fakultas Farmasi pada Juli 2024. Pihak Fakultas Farmasi segera berkoordinasi dan melaporkan kasus ini kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas PPKS UGM langsung mengambil langkah cepat dengan melakukan pendampingan korban dan pemeriksaan saksi-saksi, termasuk pelaku.

Proses pemeriksaan melibatkan 13 orang, termasuk saksi dan korban. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku di UGM. Ketegasan UGM dalam menangani kasus ini menunjukkan komitmen mereka dalam menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Modus Operandi dan Tindakan Awal UGM

Modus operandi Profesor Edy Meiyanto adalah dengan mengajak korban berdiskusi atau bimbingan di luar kampus. Tindakan ini menunjukkan upaya untuk memanfaatkan posisi dan kepercayaan yang dimilikinya sebagai dosen untuk melakukan kekerasan seksual. UGM perlu meninjau dan memperketat pengawasan terhadap kegiatan dosen dan mahasiswa di luar kampus untuk mencegah kejadian serupa.

Baca Juga :  Rahasia Kelangsungan Hidup Ikan: Berapa Lama Mereka Tahan di Darat?

Sebagai respon cepat, UGM dan Fakultas Farmasi langsung membebaskan Profesor Edy Meiyanto dari segala kegiatan tridharma perguruan tinggi. Jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi juga dicopot pada 12 Juli 2024, jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan sanksi dijatuhkan.

Implikasi dan Langkah Ke Depan

Pemecatan Profesor Edy Meiyanto menjadi preseden penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Ketegasan UGM diharapkan dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lain dalam menangani kasus serupa. Tindakan tegas ini penting untuk melindungi korban dan mencegah terjadinya kekerasan seksual di masa mendatang. Proses hukum yang transparan dan adil perlu dijamin agar tidak ada lagi korban kekerasan seksual yang merasa tidak terlindungi.

Baca Juga :  Lebaran Ketupat 2025: Tanggal, Sejarah, dan Tradisi Uniknya

Universitas juga perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ada. Peningkatan edukasi dan sosialisasi mengenai kekerasan seksual kepada seluruh civitas akademika juga penting untuk menciptakan budaya kampus yang menolak segala bentuk kekerasan seksual. Selain itu, perlu ditingkatkan pula akses dukungan dan pendampingan bagi korban kekerasan seksual.

Kejadian ini menyoroti pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap perilaku dosen dan penegakan kode etik yang konsisten. UGM diharapkan dapat terus meningkatkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan inklusif bagi seluruh warga kampus.

Perlu ditekankan bahwa tindakan Profesor Edy Meiyanto tidak hanya melanggar peraturan kampus, tetapi juga merugikan citra UGM dan dunia pendidikan secara keseluruhan. Kejadian ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli dan peka terhadap isu kekerasan seksual.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di: