Sentimen AS-China Tekan IHSG Jeblok Hampir 8 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berdampak negatif terhadap pasar investasi global, khususnya terlihat dari penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia.

Penurunan IHSG sebesar 7,9% pada perdagangan Selasa, 8 April 2025, hingga mencapai level 5.996,14, mencerminkan sentimen negatif investor terhadap kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump. Hal ini menyebabkan 672 saham mengalami penurunan, sementara hanya 30 saham yang naik dan 95 saham stagnan. Total nilai transaksi mencapai Rp 20,41 triliun.

Dampak Perang Dagang AS-China terhadap IHSG

Sri Mulyani menjelaskan bahwa keputusan Trump untuk mengenakan tarif impor memicu kekhawatiran di kalangan investor. China, yang awalnya diperkirakan akan bersikap menahan diri, justru memberikan balasan yang sama kerasnya, mengakibatkan eskalasi konflik dan semakin memperburuk kondisi pasar uang.

Baca Juga :  Jakarta Kokoh: Penopang Okupansi Hotel Nasional di Februari 2025

Respon balasan China berupa tarif tambahan sebesar 34% pada semua barang impor dari AS, mulai 10 April 2025, semakin memperparah situasi. Hal ini menunjukkan peningkatan eskalasi antara kedua negara adidaya tersebut.

Analisis Sentimen Pasar

Sentimen negatif pasar diperparah oleh ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang dagang ini. Investor cenderung menghindari risiko dan mengurangi investasi di pasar saham karena sulitnya memprediksi perkembangan selanjutnya. Kondisi ini berdampak luas, tidak hanya pada IHSG, tetapi juga pada pasar saham global lainnya.

Baca Juga :  Bank Mandiri Apresiasi Nasabah Setia: Mudik Gratis Naik Kereta Api 2025

Ketidakpastian ini juga mempengaruhi keputusan bisnis perusahaan, termasuk rencana investasi dan ekspansi. Banyak perusahaan yang menunda keputusan investasi hingga situasi politik dan ekonomi menjadi lebih jelas.

Potensi Eskalasi dan Strategi Menghadapi Risiko

Sri Mulyani menekankan bahwa eskalasi konflik antara AS dan China masih berpotensi berlanjut, mengingat kedua pemimpin negara tersebut cenderung sulit untuk mengalah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan strategi untuk menghadapi dampak negatif dari perang dagang ini.

Strategi tersebut dapat mencakup diversifikasi pasar ekspor, peningkatan daya saing produk dalam negeri, serta penguatan sektor ekonomi domestik untuk mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor ke AS dan China. Pemerintah juga perlu meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan pelaku usaha untuk menghadapi tantangan yang ada.

Baca Juga :  Impor RI dari AS Melonjak Akibat Tarif 32%: Komoditas Apa Saja?

Langkah Antisipatif Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan dan lembaga terkait lainnya, perlu memperkuat langkah-langkah antisipatif untuk melindungi perekonomian nasional dari dampak negatif perang dagang. Ini termasuk pemantauan ketat terhadap perkembangan situasi global, penguatan cadangan devisa, serta pengembangan kebijakan fiskal yang responsif.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pertumbuhan ekonomi domestik melalui peningkatan investasi dan konsumsi dalam negeri. Dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga penting untuk menjaga stabilitas perekonomian di tingkat bawah.

Secara keseluruhan, situasi ini membutuhkan strategi yang komprehensif dan kolaboratif dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk menghadapi dampak negatif perang dagang dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di: