RUU TNI: Ibas Tekankan Supremasi Sipil, Tolak Dwifungsi Militer

Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menekankan pentingnya menjaga supremasi sipil dalam revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Ia menyampaikan hal ini dalam audiensi bersama Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI–Polri (FKPPI) pada Selasa, 8 April 2025.

Ibas mengingatkan bahwa pelibatan TNI dalam tugas tambahan harus memperkuat, bukan menyimpang dari fungsi utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara. RUU TNI, menurutnya, sedang dibahas bersama pemerintah, TNI, masyarakat sipil, dan parlemen. Supremasi sipil tetap menjadi landasan utama dalam pembahasan ini.

Namun, Ibas mengakui perlunya realisme dalam mempertimbangkan peran penting TNI menghadapi ancaman multidimensi saat ini. Ancaman tersebut meliputi terorisme, narkotika, bencana alam, dan kejahatan digital seperti judi online dan pinjaman online ilegal.

Peran TNI dalam Menghadapi Ancaman Multidimensi

Ibas menyatakan bahwa kolaborasi TNI dengan unsur lain penting untuk mengatasi ancaman-ancaman tersebut. Namun, kolaborasi ini harus memiliki batasan dan pengawasan yang jelas agar tetap berada dalam koridor yang benar. TNI, sebagai benteng terakhir bangsa, membutuhkan adaptasi menghadapi bentuk perang modern yang tidak hanya melibatkan senjata konvensional.

Baca Juga :  Sekolah Rakyat: Inovasi Pendidikan, Lepas Stigma Anak Miskin Tahun 2025 Valid

Ia memberikan contoh bagaimana keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme, narkotika, dan kejahatan siber, bisa dipertimbangkan, asalkan ada batasan dan pengawasan yang ketat. Hal ini penting untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan akuntabilitas.

Menjaga Supremasi Sipil dan Menghindari Dwifungsi ABRI

Ibas tegas menyatakan bahwa keterlibatan TNI dalam urusan sipil harus dibatasi dan tidak boleh mengulang sejarah kelam dwifungsi ABRI. Ia menekankan perlunya garis tegas untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan memastikan peran TNI tetap dalam koridornya.

Baca Juga :  Gangguan JakOne Mobile: Pramono Jamin Dana Nasabah Bank DKI Aman Terlindungi

Ia menekankan pentingnya konsistensi dan penegakan aturan tanpa standar ganda dalam implementasi RUU TNI. Sebagai contoh, Ibas menyinggung keputusan sang kakak, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang memilih pensiun dini dari militer demi menghormati prinsip supremasi sipil saat terjun ke dunia politik.

Contoh AHY menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan supremasi sipil. Jika anggota TNI ingin mengambil peran di luar tugasnya, maka mereka harus mundur dari militer terlebih dahulu. Ini untuk menjaga integritas dan menghindari konflik kepentingan.

Komitmen Ibas dalam Pengawasan RUU TNI

Ibas berkomitmen untuk mengawal RUU TNI agar tidak disalahgunakan dan mencederai citra TNI. Ia akan mengkritisi pasal-pasal yang berpotensi disalahartikan atau merugikan demokrasi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa jasa besar TNI tidak ternodai oleh revisi undang-undang ini.

Menurut Ibas, RUU TNI seharusnya menjadi kerangka hukum yang memperkuat TNI dalam menjalankan tugasnya secara profesional, transparan, dan akuntabel, bukan alat untuk memberi celah penyimpangan. RUU ini harus diteliti secara seksama untuk memastikan hal tersebut.

Baca Juga :  RUU KUHAP: Ancaman Mematikan Kebebasan Pers dan Demokrasi Indonesia

Ibas berharap revisi RUU TNI dapat menghasilkan peraturan yang seimbang, yang mampu menjaga supremasi sipil sekaligus memberdayakan TNI dalam menghadapi tantangan keamanan nasional yang semakin kompleks.

Rekomendasi Tambahan untuk RUU TNI

Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, RUU TNI perlu memuat mekanisme pengawasan yang kuat dan independen. Mekanisme ini dapat melibatkan lembaga sipil, seperti Komisi III DPR dan Ombudsman, untuk memastikan setiap tindakan TNI dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, RUU TNI perlu mencantumkan batasan yang jelas mengenai jenis-jenis operasi militer yang melibatkan sipil dan mekanisme pertanggungjawaban jika terjadi pelanggaran. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan melindungi hak-hak sipil.

Terakhir, penting untuk melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar hukum, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil, dalam proses pembahasan RUU TNI. Partisipasi yang inklusif akan menghasilkan peraturan yang lebih komprehensif dan dapat diterima oleh seluruh komponen bangsa.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di: