Penambangan nikel di Raja Ampat kembali menjadi sorotan publik. Aktivitas PT Gag Nikel, anak perusahaan BUMN PT Antam, diduga menyebabkan pencemaran lingkungan di daerah tersebut. Hal ini memicu kemarahan publik dan seruan untuk melindungi ekosistem Raja Ampat yang terkenal akan keindahannya.
PT Gag Nikel, yang sebelumnya bernama PT Asia Pacific Nickel, diakuisisi penuh oleh PT Antam pada tahun 2008. Sebelum akuisisi, PT Asia Pacific Nickel memegang 75% saham, sedangkan PT Antam hanya 25%. Kini, perusahaan tersebut berada di bawah kendali penuh PT Antam.
Dampak Lingkungan dan Reaksi Publik
Dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel PT Gag Nikel telah memicu reaksi keras dari masyarakat. Beredarnya foto dan video yang memperlihatkan perubahan kondisi perairan di sekitar lokasi tambang, seperti kekeruhan air hujan, semakin memperkuat kecurigaan akan dampak negatif penambangan tersebut terhadap lingkungan sekitar.
Warga setempat dan netizen ramai-ramai menyuarakan keprihatinan mereka melalui media sosial, menggunakan tagar #SaveRajaAmpat untuk mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk mengambil tindakan. Keindahan Raja Ampat sebagai surga wisata bahari yang terkenal di dunia terancam oleh aktivitas pertambangan yang tidak bertanggung jawab.
Jajaran Pimpinan PT Gag Nikel
Di tengah kontroversi ini, publik juga turut menyorot jajaran pimpinan PT Gag Nikel. Saat ini, perusahaan tersebut dipimpin oleh Arya Arditya Kurnia sebagai Plt. Presiden Direktur (Direktur Operasi). Aji Priyo Anggoro menjabat sebagai Direktur Keuangan, Manajemen Risiko, dan Sumber Daya Manusia.
Dewan Komisaris PT Gag Nikel terdiri dari Hermansyah sebagai Presiden Komisaris, serta Lana Saria, Ahmad Fahrur Rozi, dan Saptono Adji sebagai Komisaris. Transparansi mengenai kinerja dan tanggung jawab para pemimpin perusahaan ini menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Penghentian Operasional dan Tindak Lanjut
Menanggapi tekanan publik dan dugaan pelanggaran lingkungan, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia telah mengambil tindakan tegas. Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Gag Nikel dibekukan pada tanggal 5 Juni 2025. Langkah ini diharapkan dapat menghentikan sementara aktivitas penambangan dan memberikan kesempatan untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Namun, pembekuan IUP saja tidak cukup. Investigasi menyeluruh perlu dilakukan untuk mengungkap dampak lingkungan yang ditimbulkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, perlu ada mekanisme yang memastikan pertanggungjawaban PT Gag Nikel dan pihak-pihak terkait atas kerusakan lingkungan yang terjadi.
Perlunya Regulasi yang Lebih Ketat dan Pengawasan yang Efektif
Kasus ini menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang efektif dalam sektor pertambangan. Perusahaan pertambangan perlu diwajibkan untuk menerapkan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selain itu, pengawasan pemerintah harus lebih ketat dan transparan untuk mencegah terjadinya pelanggaran lingkungan seperti yang terjadi di Raja Ampat.
Ke depan, diperlukan komitmen bersama dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan mencegah kerusakan ekosistem yang tak tergantikan. Raja Ampat harus tetap lestari dan menjadi warisan alam yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Selain itu, transparansi data lingkungan, serta partisipasi publik dalam proses pengambilan keputusan terkait pertambangan di daerah sensitif seperti Raja Ampat perlu ditingkatkan. Masyarakat harus memiliki akses informasi yang mudah dan lengkap mengenai dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan.