Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) tengah dalam proses pematangan, dengan fokus khusus pada peningkatan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan kesejahteraan guru. Hal ini disampaikan Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas yang digelar pada Selasa, 6 Mei 2025.
Rapat tersebut dihadiri oleh pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta para pemangku kepentingan di bidang PAUD. Salah satu poin penting yang dibahas adalah implementasi program wajib belajar 13 tahun, yang akan dijabarkan secara rinci dalam RUU Sisdiknas yang direvisi.
Saat ini, rata-rata lama sekolah di Indonesia baru mencapai 8,9 tahun, setara dengan kelas tiga SMP. Angka ini masih jauh dari angka harapan lama sekolah yang telah mencapai 13,21 tahun. Kesenjangan inilah yang mendorong Komisi X DPR RI untuk memperjuangkan wajib belajar 13 tahun.
Wajib Belajar 13 Tahun dan Pentingnya PAUD
Hetifah menekankan pentingnya PAUD sebagai jenjang awal wajib belajar 13 tahun. Ia menyatakan bahwa setiap anak wajib mengikuti pendidikan PAUD sebelum melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya hingga kelas 12 SMA. Hal ini dianggap krusial untuk menutup kesenjangan pendidikan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Program wajib belajar 13 tahun ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Dengan memberikan fondasi yang kuat sejak usia dini, diharapkan anak-anak Indonesia dapat bersaing di tingkat global.
Masukan untuk Peningkatan Kualitas PAUD
Panja RUU Sisdiknas menerima berbagai masukan dari berbagai pihak terkait pengembangan PAUD. Beberapa masukan penting meliputi pengelolaan PAUD yang lebih terstruktur, sistem perizinan tunggal untuk multi-layanan PAUD, dan perluasan akses PAUD di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), kelompok marginal, dan anak berkebutuhan khusus (ABK).
Selain itu, peningkatan standar mutu layanan PAUD juga menjadi perhatian utama. Peran pemerintah daerah dalam hal penganggaran dan perizinan juga perlu dioptimalkan untuk menjamin pemerataan akses dan kualitas pendidikan.
Penghapusan Dikotomi dan Penguatan GTK
Salah satu poin krusial yang diusulkan adalah penghapusan dikotomi antara PAUD formal dan nonformal. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem PAUD yang lebih terintegrasi dan efisien. Selain itu, penguatan kualifikasi, perlindungan, dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan (GTK) juga menjadi fokus utama.
Dengan meningkatkan kesejahteraan guru PAUD, diharapkan akan semakin banyak tenaga pendidik yang berkualitas dan berkomitmen untuk mengabdi di bidang ini. Hal ini akan berdampak positif pada kualitas pendidikan anak usia dini di Indonesia.
Harapan untuk RUU Sisdiknas
Hetifah berharap RUU Sisdiknas yang direvisi dapat menjadi jembatan bagi PAUD untuk menjadi bagian dari pendidikan formal yang strategis. Dukungan anggaran dan tata kelola yang memadai sangat penting untuk mewujudkan pemerataan dan peningkatan layanan PAUD di seluruh Indonesia.
Dengan revisi RUU Sisdiknas ini, diharapkan berbagai permasalahan yang selama ini menghambat peningkatan kualitas PAUD, seperti kualitas layanan yang belum merata, sistem perizinan yang belum fleksibel, dan rendahnya kualifikasi serta kesejahteraan guru, dapat segera diatasi.
Revisi RUU Sisdiknas ini diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dimulai dari usia dini. Dengan fokus pada PAUD dan kesejahteraan guru, diharapkan Indonesia dapat menciptakan generasi yang lebih berkualitas dan kompetitif.