PASANG IKLAN ANDA DISINI 081241591996

Pengosongan Graha Pers Indramayu: PWI Jabar Desak Kajian Ulang Pemkab

Pengusiran wartawan dari Graha Pers di Indramayu, Jawa Barat, menimbulkan kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak. Pemkab Indramayu diduga mengeluarkan surat resmi pengosongan gedung yang telah ditempati awak media selama 40 tahun.

Langkah Pemkab Indramayu ini dinilai sebagai tindakan yang mengancam kebebasan pers. Banyak yang menyoroti kurangnya dialog dan sosialisasi sebelum pengambilan keputusan ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang motif di balik pengusiran tersebut.

Kecaman dari PWI Jawa Barat

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Barat mengecam keras tindakan Pemkab Indramayu. Ketua PWI Jawa Barat, Hilman Hidayat, menyatakan bahwa ini bukan hanya masalah gedung, tetapi juga tentang bagaimana pemerintah memperlakukan pers.

“Ini bukan sekadar soal gedung, ini soal bagaimana pemerintah memperlakukan pers. Kalau wartawan diusir seperti ini, bisa diartikan sebagai upaya membungkam kemerdekaan pers,” tegas Hilman Hidayat dalam siaran pers, Jumat 18 Juli 2025.

Hilman menambahkan bahwa gedung Graha Pers memiliki sejarah panjang dan para bupati sebelumnya memberikan fasilitas tersebut kepada wartawan karena jasanya dalam mempublikasikan kegiatan dan program pemerintah. Ia mempertanyakan alasan di balik pengusiran mendadak ini dan menuntut transparansi.

Baca Juga :  Prabowo Dorong Kolaborasi Bisnis ASEAN-GCC untuk Industri Halal Global

“Gedung itu memiliki histori yang panjang. Para Bupati sebelumnya memberikan fasilitas kepada wartawan dan organisasi pers karena jasanya membantu mempublikasi kegiatan dan program-program Pemkab Indramayu. Ini tiba-tiba diusir, ada apa?,” ujar Hilman.

Hilman juga menekankan perlunya dialog dan musyawarah dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan publik. Ia menilai tindakan Pemkab Indramayu terkesan arogan dan kurang bijaksana.

“Saya dengar tidak ada sosialisasi ataupun dialog sebelumnya dengan teman-teman yang berkantor disana. Untuk apa dan mau dijadikan apa gedung itu. Sehingga jelas, untuk apa dan urgensinya apa. Tapi ini tidak dilakukan. Sehingga terkesan arogan dan terkesan syarat kepentingan.,” kata Hilman.

Dugaan Motif Politik

Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jawa Barat, Ahmad Syukri, menambahkan kecurigaan adanya motif politik di balik pengusiran ini. Ia menyinggung konflik internal PWI yang sedang berlangsung.

Baca Juga :  Mendikbudristek Dorong Revolusi Pendidikan Digital di APEC Jeju

Syukri mempertanyakan mengapa perintah pengosongan baru dikeluarkan sekarang, di tengah konflik internal PWI. Ia menduga ada kepentingan tertentu yang melatarbelakangi kebijakan ini.

“Kita paham soal aset, tapi ini dilakukan ditengah konflik di internal PWI. Kenapa baru sekarang ada perintah pengosongan, kenapa tidak dari dulu. ada motif apa?,” ungkap Syukri.

Syukri juga mengingatkan bahwa PWI Jawa Barat telah mengeluarkan surat edaran yang meminta kepala daerah untuk bersikap netral selama proses rekonsiliasi internal PWI berlangsung. Pengusiran ini dianggap sebagai tindakan yang mencederai semangat persatuan.

“Ini mencederai semangat persatuan di tubuh PWI. Padahal kita ketahui bersama bahwa saat ini tengah berjalan proses rekonsiliasi. Bahkan sudah ada kesepakatan tentang pelaksanaan ‘Kongres Persatuan’ tanggal 30 Agustus nanti. SC dan OC juga sudah dibentuk dan sudah bekerja mempersiapkan pelaksanaan kongres. Seharusnya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan manuver-manuver yang malah memperkeruh suasana,” tegasnya.

Baca Juga :  Jokowi Bela Gibran: Isu Pemakzulan, Presiden dan Wapres Terancam Bersama

Peran Pers sebagai Mitra Pemerintah

Hilman Hidayat menegaskan bahwa wartawan bukanlah beban, melainkan mitra strategis bagi pemerintah. Wartawan berperan penting dalam menyampaikan informasi pembangunan, mengawasi jalannya pemerintahan, dan memberikan kritik yang membangun.

Pengusiran wartawan ini dinilai sebagai preseden buruk bagi kebebasan pers, baik di tingkat daerah maupun nasional. Hilman menekankan pentingnya dialog dan musyawarah untuk menyelesaikan masalah ini.

“Ini soal cara pemerintah melihat pers. Langkah mengusir seperti itu bisa menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indramayu dan nasional,” tegas Hilman.

Baik Hilman maupun Syukri mendesak Pemkab Indramayu untuk meninjau ulang kebijakannya dan membuka ruang dialog dengan wartawan. Mereka berharap agar masalah ini dapat diselesaikan dengan cara yang lebih bijaksana dan tidak menimbulkan kegaduhan yang lebih luas.

“Setiap keputusan publik harus berbasis musyawarah. Ini tidak bisa serta-merta main surat pengusiran. Mana penghargaan terhadap profesi wartawan? Harusnya dibangun dialog untuk mencari solusi bersama,” tambah Hilman.

Mereka berharap agar pemerintah daerah dapat menghargai peran pers sebagai mitra strategis dalam pembangunan daerah dan tidak mengambil langkah-langkah yang dapat membatasi kebebasan pers.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di:

PASANG IKLAN ANDA DISINI
PASANG IKLAN ANDA DISINI