Pakar digital forensik, Rismon Sianipar, kembali menyoroti hasil penyelidikan Bareskrim Polri terkait ijazah Presiden Jokowi. Ia mempertanyakan beberapa kejanggalan yang ditemukannya berdasarkan dokumen yang ditampilkan dalam jumpa pers kepolisian.
Kejanggalan utama terletak pada formulir registrasi Jokowi di UGM. Dalam formulir tersebut, Jokowi melingkari pilihan “Sarjana Muda” di semester 1 tahun akademik 1981/1982, bukan “Sarjana” yang umumnya diasosiasikan dengan gelar Ir. (Insinyur).
Rismon mempertanyakan bagaimana Jokowi kemudian memperoleh gelar Ir. Kehutanan jika berdasarkan formulir tersebut ia terdaftar sebagai mahasiswa program Sarjana Muda. Ia juga mempertanyakan kesesuaian jumlah SKS yang ditempuh Jokowi (122 SKS) dengan persyaratan kelulusan program Sarjana di UGM yang umumnya lebih tinggi.
Analisis Rismon Sianipar terhadap Dokumen Ijazah Jokowi
Rismon menayangkan tangkapan layar dokumen yang ditampilkan di latar belakang jumpa pers Bareskrim Polri. Dokumen tersebut, menurut Rismon, menunjukkan bahwa Jokowi memilih Sarjana Muda sebagai pilihan pendidikannya, bukan Sarjana.
Ia juga menunjukkan transkrip nilai Jokowi yang menampilkan total SKS yang terbilang lebih rendah dibandingkan dengan standar kelulusan program sarjana di UGM. Perbedaan jumlah SKS ini menjadi salah satu poin penting yang dipertanyakannya.
Rismon mempertanyakan bagaimana gelar Ir. dapat diperoleh dengan jumlah SKS tersebut. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik, terutama bagi figur publik seperti Presiden.
Tanggapan Pihak Kepolisian dan Presiden Jokowi
Brigjen Pol Djuhandani Raharjo dari Bareskrim Polri sebelumnya telah menyatakan bahwa ijazah Jokowi telah diverifikasi dan dinyatakan sah. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah lulusan Fakultas Kehutanan UGM dari angkatan 1983-1988.
Presiden Jokowi sendiri menanggapi tuduhan tersebut dengan meminta pihak yang meragukan keaslian ijazahnya untuk membuktikan klaim mereka. Ia menegaskan kembali bahwa dirinya adalah lulusan UGM, sesuai dengan pernyataan Rektor, Dekan, dan pihak kepolisian.
Pertanyaan yang Tetap Menggantung
Meskipun kepolisian telah menyatakan keaslian ijazah Jokowi, pertanyaan yang diajukan Rismon Sianipar tetap relevan dan perlu dikaji lebih lanjut. Perbedaan jumlah SKS, pilihan program studi di formulir registrasi, dan kurangnya transparansi dalam penyampaian bukti oleh pihak kepolisian masih menjadi poin penting yang perlu penjelasan lebih detail.
Kontroversi ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik, khususnya dalam hal validasi dokumen penting milik pejabat negara. Perdebatan ini juga memperlihatkan perlunya mekanisme yang lebih jelas dan transparan dalam memverifikasi dokumen-dokumen penting untuk menghindari keraguan publik di masa mendatang.
Kesimpulan
Kasus ini menimbulkan debat publik yang luas tentang transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Meskipun pihak berwenang telah memberikan penjelasan, beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Rismon Sianipar masih memerlukan klarifikasi yang lebih rinci dan komprehensif. Perdebatan ini menekankan pentingnya akses publik terhadap informasi dan verifikasi data yang akurat dan transparan dari pejabat publik.