Anggota Komisi X DPR RI, Sabam Sinaga, mengusulkan kebijakan inovatif untuk meningkatkan kesetaraan pelayanan pendidikan di Indonesia: setiap sekolah wajib mempekerjakan guru dari agama minoritas. Usulan ini didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama.
“Sekolah-sekolah di mana pun di seluruh Indonesia ini merujuk pada Pasal 28 kebebasan beragama. Oleh karena itu, sebaiknya ada juga guru-guru yang minoritas itu ditempatkan,” tegas Sabam dalam keterangan tertulisnya.
Manfaat Kehadiran Guru Agama Minoritas
Sabam memaparkan beberapa manfaat signifikan dari kebijakan ini. Pertama, kehadiran guru dari berbagai latar belakang agama akan menanamkan pemahaman pentingnya menghargai perbedaan sejak dini kepada para siswa. Hal ini diharapkan dapat mencegah konflik antar siswa akibat perbedaan keyakinan.
Lebih lanjut, keberadaan guru dari agama minoritas dapat mendorong sekolah untuk bersikap adil dan memberikan pelayanan yang setara kepada semua siswa, terlepas dari agama mereka. Dengan demikian, siswa dari agama minoritas tidak akan merasa terpinggirkan atau berbeda.
Contoh Kasus di Daerah Tertentu
Sabam mencontohkan situasi di Papua atau Manado, yang mayoritas penduduknya non-muslim. Meskipun demikian, negara tetap berkewajiban menyediakan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) jika terdapat siswa muslim di sekolah tersebut.
Ia menyoroti kondisi yang sering dialami siswa minoritas, yaitu “Selama ini mereka di luar kelas atau mengikuti kelas begitu saja,” menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap akses pendidikan yang setara.
Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Untuk memastikan implementasi kebijakan ini berjalan efektif dan mencapai tujuannya, Sabam juga menekankan peran penting KPAI. KPAI diharapkan dapat melakukan pemantauan dan sosialisasi di sekolah-sekolah.
Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa dan pihak sekolah tentang pentingnya saling menghormati dan menghargai antarumat beragama. Tujuan akhir dari upaya ini adalah terciptanya lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan inklusif bagi semua siswa.
Pentingnya Pendidikan Inklusif dan Anti Diskriminasi
Kehadiran guru dari agama minoritas merupakan salah satu strategi untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan anti-diskriminasi. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-4 tentang pendidikan berkualitas.
Pendidikan inklusif memastikan bahwa semua anak, tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras, atau kondisi fisik, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Ini berarti menciptakan lingkungan belajar yang menerima perbedaan dan merayakan keberagaman.
Tantangan Implementasi dan Solusi
Implementasi kebijakan ini tentu saja akan menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah ketersediaan guru dari agama minoritas yang berkualitas dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Pemerintah perlu mengembangkan program pelatihan dan rekrutmen guru yang tertarget untuk mengatasi hal ini.
Selain itu, diperlukan juga dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, orang tua siswa, dan para pemangku kepentingan lainnya. Sosialisasi dan edukasi yang intensif sangat penting untuk menciptakan pemahaman dan penerimaan yang luas terhadap kebijakan ini.
Dengan berbagai upaya komprehensif, termasuk pelatihan guru, sosialisasi yang efektif, dan pemantauan berkelanjutan oleh KPAI, Indonesia dapat menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil, inklusif, dan menghargai keberagaman.
Kesimpulannya, usulan Sabam Sinaga ini merupakan langkah penting dalam menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan inklusif di Indonesia. Namun, keberhasilannya membutuhkan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak.