PASANG IKLAN ANDA DISINI 081241591996

Ancaman Independensi Kejaksaan: Pengamanan Internal Perlu Perhatian Serius

Keterlibatan militer dalam urusan penegakan hukum kembali menjadi sorotan tajam. Sebuah surat telegram dari institusi TNI yang memerintahkan pengamanan di lingkungan kejaksaan dinilai sebagai bentuk intervensi militer yang mengkhawatirkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya independensi lembaga kejaksaan dan terganggunya kinerja penegakan hukum.

Herdiansyah Hamzah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Kalimantan Timur, secara tegas menyatakan bahwa surat telegram tersebut merupakan intervensi militer. Ia berpendapat bahwa pelibatan militer, bahkan dengan dalih menjaga keamanan, tidak seharusnya masuk ke dalam domain lembaga penegak hukum yang seharusnya independen.

Menurutnya, tindakan ini menunjukkan kecenderungan militer untuk kembali merambah ruang-ruang sipil dan politik. Ini merupakan sebuah tren yang berbahaya dan berpotensi mengganggu stabilitas demokrasi. Kehadiran militer dalam ranah penegakan hukum dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik dan mengikis kepercayaan terhadap proses hukum yang adil dan transparan.

Ancaman terhadap Independensi Lembaga Kejaksaan

Intervensi militer, meskipun dengan alasan keamanan, dapat secara signifikan mengancam independensi lembaga kejaksaan. Kejaksaan sebagai bagian dari sistem peradilan seharusnya bebas dari tekanan dan pengaruh dari pihak manapun, termasuk militer. Tekanan tersebut dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan proses hukum, sehingga keadilan dapat tercederai.

Baca Juga :  Daftar Nama Tersangka Suap Siap Dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi ke KPK

Potensi penyalahgunaan wewenang juga menjadi ancaman serius. Kehadiran personel militer di lingkungan kejaksaan dapat membuka peluang terjadinya intimidasi, bahkan ancaman terhadap jaksa yang menangani kasus-kasus sensitif atau yang berpotensi berbenturan dengan kepentingan tertentu. Hal ini tentu sangat merugikan proses penegakan hukum.

Hubungan dengan UU TNI yang Baru

Herdiansyah mengaitkan tindakan TNI ini dengan pengesahan Undang-Undang TNI yang baru. Ia menilai UU tersebut memberikan peluang yang lebih besar bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil. Hal ini memicu kekhawatiran akan kebangkitan kembali praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa lalu, di mana militer memiliki peran ganda, baik dalam bidang pertahanan maupun sipil.

Baca Juga :  DKI Perluas Transportasi Gratis: 15 Golongan Warga Beruntung

Kekhawatiran ini diperkuat dengan semakin kuatnya sinyal militarisasi, yaitu kembalinya militer ke dalam ruang sipil dan politik. Hal ini sangat memprihatinkan karena dapat mengikis prinsip negara hukum dan demokrasi. TNI seharusnya fokus pada tugas utamanya, yaitu menjaga pertahanan dan keamanan negara, bukan terlibat dalam urusan pemerintahan atau penegakan hukum yang menjadi domain sipil.

Perlunya Penegasan Batas Kewenangan

Situasi ini mengharuskan adanya penegasan yang jelas mengenai batas kewenangan antara TNI dan lembaga penegak hukum sipil. Perlu adanya mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya intervensi militer dalam urusan sipil dan politik. Hal ini penting untuk menjaga integritas lembaga penegak hukum dan memastikan tegaknya supremasi hukum di Indonesia.

Penting juga untuk meninjau kembali UU TNI yang baru dan memastikan bahwa UU tersebut tidak membuka celah bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil. Perlu adanya diskusi publik yang luas untuk memastikan bahwa perubahan UU tersebut tidak mengarah pada militarisasi dan pengurangan peran sipil dalam pemerintahan.

Baca Juga :  Strategi Pramono: Akhiri Era Plt, Jakarta Menuju Kota Global

Kesimpulan

Keterlibatan militer dalam urusan kejaksaan merupakan ancaman serius terhadap independensi lembaga penegak hukum dan stabilitas demokrasi. Perlu adanya tindakan tegas untuk mencegah hal ini terjadi kembali. TNI harus fokus pada tugas utamanya, yaitu pertahanan negara, dan tidak terlibat dalam urusan sipil. Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa UU TNI yang baru tidak memberikan celah bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil dan politik.

Ke depan, diperlukan dialog yang intensif antara pemerintah, TNI, dan lembaga sipil untuk memastikan adanya kesepahaman dan pembagian kewenangan yang jelas. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting untuk mencegah terjadinya intervensi militer dan menjaga tegaknya hukum dan demokrasi di Indonesia. Masyarakat sipil juga memiliki peran penting untuk mengawasi dan mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di:

PASANG IKLAN ANDA DISINI
PASANG IKLAN ANDA DISINI