Paus, makhluk laut raksasa yang mampu mencapai bobot hingga 200 ton, menawarkan pemandangan yang menakjubkan saat masih hidup. Namun, kematian mereka meninggalkan jejak yang tak kalah dramatis, bahkan mengerikan. Bangkai paus yang membusuk mengeluarkan bau menyengat yang dilaporkan tercium hingga jarak 6 kilometer.
Bau busuk ini, alih-alih menjadi hal yang menakutkan, justru menjadi dasar pengobatan unik di Australia pada tahun 1890-an. Sebuah cerita menarik muncul dari surat kabar London, The Pall Mall Gazette (1896), yang menceritakan seorang pria rematik yang masuk ke dalam bangkai paus untuk pengobatan.
Pria tersebut menghabiskan lebih dari dua jam di dalam tubuh paus yang membusuk, berendam dalam lemak dan gas yang dihasilkan proses pembusukan. Hasilnya, menurut laporan surat kabar tersebut, rematiknya sembuh total. “Ia cukup sadar dan rematik yang dideritanya selama bertahun-tahun telah hilang sepenuhnya,” tulis artikel tersebut.
Bangkai Paus: Dari Mitos Hingga Praktik Medis
Meskipun kebenaran cerita tersebut masih dipertanyakan, kisah ini memicu munculnya pengobatan alternatif yang cukup populer di Eden, New South Wales. Orang-orang datang dari berbagai tempat untuk merasakan sendiri khasiat “mandi lemak paus” ini. Surat kabar lokal secara rutin memberitakan fenomena ini.
Metode pengobatannya cukup sederhana: pasien akan berbaring di dalam lubang sempit yang digali di dalam tubuh paus, terendam dalam lemak dan gas yang dihasilkan proses pembusukan. Proses ini, menurut laporan Snowy River Mail (1895), berlangsung sekitar 90 menit dengan suhu mencapai 105 derajat Fahrenheit (sekitar 40 derajat Celcius).
Banyak pasien yang melaporkan kesembuhan dari nyeri kronis setelah menjalani “terapi” ini. Namun, mekanisme penyembuhannya hingga kini masih menjadi misteri. Snowy River Mail sendiri menyatakan, “tidak seorang pun tahu dengan pasti apa yang terkandung dalam badan paus.”
Hipotesis Penyembuhan
Beberapa teori mencoba menjelaskan efek penyembuhan yang diklaim terjadi. Salah satu teori berfokus pada gas-gas tertentu yang dihasilkan selama pembusukan, seperti amonia. Gas amonia, dalam kadar tertentu, bisa memiliki efek analgesik (pereda nyeri). Namun, teori ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk divalidasi.
George Lewis Beck, seorang penulis yang mengamati praktik ini, memberikan gambaran lebih detail tentang prosesnya. Ia menjelaskan bagaimana pasien masuk ke dalam tubuh paus, hingga kaki dan pinggang mereka terendam dalam usus paus yang membusuk. Amonia dan gas lain akan keluar dari lubang-lubang yang sengaja dibuat di tubuh paus.
Beck juga mencatat bahwa banyak pasien tidak mampu bertahan lama dalam tubuh paus karena bau yang menyengat dan kondisi yang tidak nyaman. Program pengobatan yang ideal, katanya, mengharuskan pasien berada di dalam tubuh paus selama 30 jam untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang bertahan hingga 12 bulan.
Fenomena Sosial dan Ekonomi
Praktik pengobatan menggunakan bangkai paus ini tidak hanya menjadi fenomena medis yang aneh, tetapi juga fenomena sosial dan ekonomi di Eden. Pemburu paus dan pemilik hotel di daerah tersebut mendapatkan keuntungan besar dari praktik ini, meskipun keampuhannya masih diragukan.
Meskipun praktik ini populer hingga awal abad ke-20, pertanyaan tentang keampuhan dan keamanannya tetap muncul. Pada tahun 1911, sebuah surat kabar menyoroti keraguan tersebut dengan pernyataan: “dipertanyakan apakah beberapa orang mungkin lebih menyukai rematik daripada pengobatan paus.”
Pengobatan rematik menggunakan bangkai paus merupakan salah satu contoh pengobatan alternatif yang aneh dan kontroversial dalam sejarah. Meskipun keberhasilannya dipertanyakan, fenomena ini menunjukkan bagaimana kepercayaan masyarakat dan inovasi pengobatan dapat berinteraksi dengan cara yang tak terduga.
Kisah ini juga mengingatkan kita pada pentingnya penelitian ilmiah dan pendekatan yang berbasis bukti dalam pengobatan. Sementara pengobatan tradisional memiliki tempatnya, kita perlu berhati-hati terhadap klaim penyembuhan yang tidak didukung oleh bukti ilmiah yang kuat.