Polemik perjalanan Bupati Indramayu, Lucky Hakim, ke Jepang selama masa mudik Lebaran 2025, menuai beragam reaksi. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyayangkan tindakan tersebut dan menilai hal itu tidak mencerminkan tanggung jawab seorang kepala daerah.
Dedi Mulyadi telah berkomunikasi dengan Lucky Hakim melalui pesan dan rapat Zoom, menekankan pentingnya etika dan aturan bagi pejabat publik. Ia menyatakan bahwa membahagiakan keluarga penting, namun tidak harus dengan berlibur ke luar negeri saat masyarakat lain sibuk mudik dan membutuhkan pelayanan publik.
Dedi Mulyadi menyarankan agar para pemimpin daerah menjadikan wilayahnya sendiri sebagai destinasi wisata yang menarik. Jika daerahnya belum semenarik Jepang atau Labuan Bajo, maka menjadi tugas kepala daerah untuk meningkatkan daya tarik wisatanya.
Ia juga menyoroti sejumlah permasalahan di Indramayu yang membutuhkan perhatian serius, salah satunya maraknya penyapu koin di jalur Pantura yang membahayakan keselamatan. Ini bukan hanya masalah budaya, tetapi juga masalah edukasi yang memerlukan solusi.
Dedi Mulyadi mengingatkan adanya surat edaran resmi dari Kementerian Dalam Negeri yang melarang perjalanan dinas bagi pejabat negara saat libur nasional dan cuti bersama. Ia menganggap perjalanan Lucky Hakim melanggar aturan tersebut dan menunggu hasil pemeriksaan dari Kemendagri.
Dedi Mulyadi tidak menutup kemungkinan sanksi tegas, seperti pemberhentian sementara selama tiga bulan, bisa dijatuhkan kepada Lucky Hakim. Hal ini sebagai peringatan bagi pejabat daerah lain agar mematuhi aturan yang berlaku.
Klarifikasi Lucky Hakim
Lucky Hakim memberikan klarifikasi terkait perjalanannya ke Jepang. Ia menjelaskan bahwa perjalanan tersebut telah direncanakan jauh sebelum masa kampanye Pilkada 2024, bahkan tiket sudah dibeli sejak Desember 2024.
Ia beralasan jarang berada di rumah selama masa kampanye, sehingga berjanji kepada anak-anaknya untuk berlibur. Ia mengakui telah mengajukan izin, namun ditolak karena tidak memenuhi tenggat waktu minimal 14 hari kerja.
Menyadari adanya hari kerja di tengah liburan, Lucky Hakim memajukan kepulangannya. Ia juga mengklaim tetap berkomunikasi dengan wakil bupati selama di luar negeri untuk memastikan roda pemerintahan berjalan lancar.
Lucky Hakim mengaku baru mengetahui larangan bepergian saat sudah berada di Jepang karena belum sempat membaca semua surat masuk. Ia telah meminta maaf atas kejadian ini. Nasibnya kini berada di tangan Kemendagri, menunggu keputusan apakah akan dikenakan sanksi atau hanya teguran.
Analisis Lebih Lanjut
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Perencanaan perjalanan yang matang dan pengajuan izin sesuai prosedur seharusnya menjadi prioritas. Ketegasan dalam penegakan aturan juga diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara kehidupan pribadi dan tanggung jawab sebagai pejabat publik. Bagaimana pemimpin daerah dapat menyeimbangkan keduanya tanpa mengabaikan tugas dan kewajibannya?
Peristiwa ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi para pejabat publik untuk lebih memperhatikan etika dan aturan yang berlaku, serta selalu mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi.
Ke depannya, diharapkan akan ada mekanisme yang lebih efektif dalam pengawasan dan penegakan disiplin bagi pejabat publik, agar kejadian seperti ini dapat diminimalisir.