Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, menegaskan pentingnya pelayanan humanis dan solutif kepada warga negara asing (WNA) di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas insiden penahanan paspor seorang WNA yang tengah berpartisipasi dalam pameran resmi. Kejadian tersebut menjadi sorotan dan mendorong evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengawasan imigrasi.
Agus Andrianto menyatakan komitmennya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang keimigrasian. Pengawasan terhadap WNA tetap penting, namun harus dilakukan dengan pendekatan yang ramah dan mudah diakses. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden, yang menekankan pentingnya pelayanan keimigrasian yang ramah, mudah diakses, dan edukatif.
“Terima kasih atas banyaknya informasi terkait video tersebut. Ini akan jadi bahan evaluasi kami,” ungkap Menteri Agus dalam keterangan tertulis, Kamis (14/8). Pernyataan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti keluhan publik dan memperbaiki sistem pengawasan imigrasi.
Menanggapi insiden penahanan paspor tersebut, Menteri Agus langsung memerintahkan penarikan petugas Imigrasi yang terlibat untuk diperiksa. Ia juga menyampaikan permintaan maaf atas kejadian yang menimbulkan kekecewaan tersebut. Langkah tegas ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempertanggungjawabkan kinerja aparat.
“Kami mohon maaf bila ada pelayanan yang kurang pas dan atas kesalahpahaman soal itu,” tambahnya. Permintaan maaf ini merupakan bentuk tanggung jawab atas kesalahan prosedur yang terjadi dan upaya untuk memulihkan kepercayaan publik.
Fokus operasi keimigrasian saat ini diarahkan pada WNA yang menyalahgunakan izin tinggal, seperti penggunaan visa wisata untuk jangka waktu lama, pemegang visa investor yang tidak menanam modal, dan pelanggar overstay. Pendekatan yang tegas terhadap pelanggaran akan tetap dijalankan. Namun, pengawasan ketat tidak boleh mengorbankan pelayanan prima bagi WNA yang datang secara resmi.
“Kami sedang mengkaji apakah pemegang golden visa benar-benar memasukkan dana investasinya ke Indonesia atau tidak,” jelas Menteri Agus. Pernyataan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memastikan kepatuhan aturan investasi dan mencegah penyalahgunaan program golden visa.
Menteri Agus menekankan pentingnya keseimbangan antara pengawasan yang ketat dan pelayanan yang prima. “Ini menjadi evaluasi agar patroli tegas tetap berjalan, tetapi dengan wajah Imigrasi yang ramah, solutif, dan berorientasi pada pelayanan publik,” tegasnya. Harapannya, evaluasi ini akan menghasilkan perbaikan sistem yang lebih efektif dan humanis.
Sebelumnya, seorang pengguna media sosial, @yully-wowibuy, mengungkapkan kekecewaannya atas penahanan paspornya oleh petugas Imigrasi. Ia memegang visa B1 untuk kegiatan bisnis, seminar, pameran, dan kunjungan keluarga. Namun, pada 8 Agustus 2025, paspornya ditahan di lokasi pameran dengan dugaan pelanggaran izin tinggal. Kasus ini menjadi pemicu utama perbaikan pelayanan imigrasi.
Insiden ini menggarisbawahi pentingnya pelatihan dan peningkatan kapasitas petugas imigrasi dalam memahami regulasi dan menerapkannya dengan bijak serta humanis. Ke depan, diharapkan akan ada standar operasional prosedur yang lebih jelas dan pelatihan yang lebih komprehensif untuk menghindari kejadian serupa. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan peningkatan sistem informasi dan teknologi untuk mempermudah proses pengawasan dan pelayanan imigrasi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik terhadap sistem imigrasi Indonesia.