Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Angka ini berdasarkan perhitungan internal KPK yang telah dikoordinasikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perhitungan lebih detail masih dilakukan BPK untuk menentukan jumlah kerugian final.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan, “Di mana dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun.” Pernyataan ini disampaikan Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/8). KPK dan BPK bekerja sama untuk memastikan perhitungan kerugian negara yang akurat dan transparan.
Proses penghitungan yang dilakukan BPK akan mendetailkan seluruh penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara tersebut. Hasil perhitungan BPK akan menjadi dasar penetapan kerugian negara secara final. Budi menekankan bahwa angka Rp 1 triliun merupakan perhitungan awal dan masih dapat berubah setelah audit BPK selesai.
KPK tengah menyelidiki pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perubahan pembagian kuota haji tambahan 20 ribu jamaah. Perubahan ini diduga menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Undang-Undang tersebut mengatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari total kuota haji Indonesia, sisanya 92 persen untuk haji reguler. Tambahan 20 ribu kuota seharusnya dibagi 18.400 untuk haji reguler (92%) dan 1.600 untuk haji khusus (8%). Namun, fakta yang ditemukan KPK menunjukkan pembagian yang berbeda.
Faktanya, pembagian kuota justru menjadi 50:50, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan haji khusus. “Di situ ada pergeseran dari yang seharusnya 92 persen untuk haji reguler, 8 persen untuk haji khusus, karena ada pergeseran jadi 50:50 atau 10.000:10.000. Tentunya ada pergeseran di situ,” tegas Budi. Penyimpangan ini menjadi fokus utama penyelidikan KPK.
KPK akan menelusuri siapa yang memerintahkan perubahan pembagian kuota tersebut. Selain itu, KPK juga akan menyelidiki dugaan aliran dana yang dikelola oleh agen penyelenggara ibadah haji khusus. “Kita akan lihat apakah ada aliran uang ke pihak tertentu. Jika ada, siapa saja pihak-pihak itu, semuanya akan ditelusuri oleh KPK,” jelas Budi.
Proses penyidikan telah dimulai setelah KPK melakukan penyelidikan dan meminta keterangan sejumlah pihak, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Meski demikian, KPK belum mengumumkan tersangka secara resmi.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan, “KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024. Sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan.” Pernyataan ini disampaikan Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8).
Meskipun proses penyidikan sudah berlangsung, identitas tersangka belum dipublikasikan. KPK menerbitkan Sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2021 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan menetapkan pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kuota haji. Mekanisme pengawasan yang lebih ketat perlu diimplementasikan untuk mencegah terjadinya penyimpangan serupa di masa mendatang. Penegakan hukum yang tegas juga menjadi kunci dalam memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.