PASANG IKLAN ANDA DISINI 081241591996

Oknum Polisi Pacitan Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Tahanan Perempuan

Pengadilan Negeri Pacitan menggelar sidang perdana kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan terhadap tahanan perempuan oleh oknum polisi, Aiptu LC, pada Kamis, 3 Juli. Sidang yang digelar secara tertutup ini berfokus pada pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pacitan.

Tim JPU yang terdiri dari Nurhadi, Destian Rama, dan Muhammad Heriyansyah, membacakan surat dakwaan yang mendetailkan dugaan tindakan pencabulan dan persetubuhan yang dilakukan Aiptu LC terhadap seorang tahanan perempuan di dalam sel tahanan Mapolres Pacitan. Dakwaan tersebut menyebutkan bahwa perbuatan tersebut dilakukan secara berulang selama masa penugasan Aiptu LC di Polres Pacitan.

Menurut JPU Rama Destian, perbuatan Aiptu LC melanggar Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual junto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menindak tegas kasus kekerasan seksual, khususnya yang melibatkan aparat penegak hukum.

Kronologi Kasus dan Tindakan Hukum

Sidang kedua direncanakan akan digelar pekan depan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan oleh JPU. JPU juga akan menghadirkan alat bukti lain, seperti bukti-bukti surat dan keterangan ahli untuk memperkuat dakwaan.

Baca Juga :  Jayapura Usul Merdeka dari Papua: Provinsi Baru Segera Terbentuk?

Kasus ini bermula dari penangkapan PW, seorang yang dituduh sebagai mucikari yang menyediakan anak di bawah umur untuk kegiatan prostitusi di sebuah hotel di Kelurahan Sidoharjo, Pacitan pada 26 Februari 2025. Ironisnya, PW justru menjadi korban kekerasan seksual di dalam tahanan.

Baca Juga :  Pencarian Hari Kedua Kapal Tenggelam KMP Tunu Pratama Jaya: Hasil Masih Nihil

Setelah penyelidikan oleh Polda Jatim, Aiptu LC dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi Polri. Sanksi ini menunjukkan bahwa Polri berkomitmen untuk membersihkan anggotanya yang terlibat dalam tindakan kriminal, termasuk kekerasan seksual.

Dampak Kasus Terhadap Kepercayaan Publik

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran publik terhadap keselamatan dan keamanan tahanan perempuan di lingkungan kepolisian. Kejadian ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dan mencoreng citra institusi Polri. Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur pengamanan tahanan dan pelatihan etika bagi seluruh anggota kepolisian.

Pentingnya pengawasan internal dan mekanisme pelaporan yang efektif untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang juga perlu ditekankan. Sistem hukum yang adil dan transparan sangat krusial untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya tindakan serupa.

Baca Juga :  Perempuan Indonesia: Pilar Pembangunan Nasional, Dorongan Menteri PPPA untuk PWKI

Perlindungan Korban Kekerasan Seksual

Perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, terutama di lingkungan lembaga penegak hukum, harus menjadi prioritas utama. Korban perlu mendapatkan akses yang mudah dan aman untuk melaporkan kasus, serta mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis yang memadai.

Lembaga-lembaga terkait perlu meningkatkan upaya sosialisasi dan edukasi tentang kekerasan seksual, serta memberikan pelatihan khusus bagi petugas yang bertugas menangani kasus kekerasan seksual. Dengan demikian, diharapkan kasus serupa dapat dicegah dan korban dapat mendapatkan keadilan yang sepantasnya.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Semoga putusan pengadilan nantinya dapat memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pembelajaran bagi semua pihak.

Dapatkan Berita Terupdate dari MerahMaron di:

PASANG IKLAN ANDA DISINI
PASANG IKLAN ANDA DISINI